8/14/2015

Jangan Percaya All Risks




Wah, kayak memprovokasi judulnya. Tapi seperti itulah jika klaim kamu ditolak. Kamu pasti bertanya-tanya, “Katanya All Risks, tapi kok ditolak?”
Ada alasan kenapa kondisi All Risks disebut di dalam polis. Coba kamu bayangkan seluruh risiko dicantumkan di dalam polis, jumlahnya pasti bisa ratusan, dan belum termasuk risiko yang tidak terduga lainnya. Misalnya, dalam asuransi mobil tidak tercantum risiko yang menjamin baret karena dicakar macan. Nah untuk itu penting bagi tertanggung untuk mengetahui cara membaca polis All Risks. Dan cara termudah untuk tahu adalah dengan bertanya kepada penanggung (perusahaan asuransi).
Saya jelaskan sedikit, perlu diketahui juga bahwa jaminan polis asuransi terdiri dari Named Perils (bahaya/risiko disebut dalam polis) dan Unnamed Perils (bahaya/risiko tidak disebut dalam polis). Named perils bisa kita temui seperti dalam polis asuransi kebakaran dimana dengan jelas disebut risiko-risiko yang dijamin, seperti Kebakaran, Petir, Ledakan, Kejatuhan Pesawat Terbang, dan Asap. Sedangkan unnamed Perils bisa dikenali dengan adanya kata All Risks seperti dalam polis Marine Cargo. Contohnya dalam jaminan ICC A asuransi Marine Cargo menyebutkan: “This insurance covers all risks of loss of or damage to the subject-matter insured except as provided in Clauses 4, 5, 6 and 7  below”. (Polis ini menjamin All Risks atas kehilangan atau kerusakan pada objek asuransi kecuali kondisi pada pasal 4, 5, 6 dan 7).
Nah, dengan mengetahui perbedaan tersebut maka dengan mudah kita bisa memahami apa saja yang dijamin polis. Untuk polis All Risks, risiko yang dijamin adalah risiko-risiko yang tidak dikecualikan dalam polis, atau, dengan kata lain jika klaim yang muncul tidak dikecualikan, maka penanggung akan membayar klaim tersebut.




8/05/2015

Polis Asuransi





Polis Asuransi  adalah suatu perjanjian asuransi atau pertanggungan bersifat konsensual (adanya kesepakatan), harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta antara pihak yang mengadakan perjanjian. Pada akta yang dibuat secara tertulis itu dinamakan “polis”. Jadi, polis adalah tanda bukti perjanjian pertanggungan yang merupakan bukti tertulis.

Tentu saja polis dibuat, diterbitkan dan ditandangi oleh satu pihak: Perusahaan Asuransi. Tertanggung tidak akan menemukan tanda tangannya di polis. Sama seperti halnya peraturan atau undang-undang lalu-lintas yang kita tidak pernah merasa buat karena peraturan itu dibuat pemerintah dan DPR. Meski begitu, tertanggung wajib mematuhi semua syarat dan ketentuan yang tercantum di polis.

Akan tetapi, perusahaan asuransi bisa juga salah, seperti salah ketik atau apa yang sudah disepakati tidak tercantum dalam polis. Oleh karena itu, tertanggung juga wajib membaca dan memahami polis, meski sebenarnya masalah itu akan jadi lebih mudah jika tertanggung berasuransi melalui broker asuransi.

Polis terdiri dari Schedule, yang terdiri dari nama tertanggung, alamat, nilai pertanggungan, objek yang diasuransikan, jenis jaminan, deductible/risiko sendiri, penghitungan premi, sesuatu yang berhubungan dengan objek pertanggungan, seperti nomor polisi, tahun kendaaraan maupun rangka mesin (Asuransi Kendaraan Bermotor), kelas dan lokasi rumah (Asuransi Kebakaran). Jika ada yang berbeda (mis. no polisi mobil) segera lapor perusahaan asuransi untuk dibuat perubahan (endorsement).

Kemudian ada juga klausul jaminan dan pengecualian yang berisi risiko yang dijamin dan yang dikecualikan. Untuk asuransi tertentu masih menggunakan bahasa Inggris seperti asuransi pengangkutan laut atau asuransi rangka kapal (marine hull insurance). Warranty dan klasul tambahan juga mesti dilampirkan dalam polis.




5/15/2015

Halal-Haram Asuransi (3)



Barangkali akan selalu ada perdebatan masalah halal-haramnya mengenai asuransi, terutama berkaitan dengan masalah gharar, judi, dan riba. Tapi perdebatan yang baik seharusnya mencari solusi dan bukan mengedapankan ego masing-masing. Dengan menancapkan imej sejak awal bahwa asuransi itu haram, maka perdebatan halal-haram asuransi tidak akan pernah selesai. Padahal inilah konsep yang sederhana yang bisa membantu menopang perekonomian negara. Sebagaimana kita tahu, konsep asuransi sudah diadopsi pada mulai dari kegiatan-kegiatan kecil di masyarakat seperti iuran kematian hingga penerapannya di perusahaan dalam garansi produk. Sebagai perbandingan, bank dan tempat investasi lain yang malah lebih rumit dari asuransi namun sekarang bisa jadi pilihan investasi yang mudah diterima masyarakat muslim. Lalu mengapa asuransi tidak?
Saya tidak menyangkal dalam operasionalnya asuransi memang mengandung judi, gharar maupun riba, tapi itu bukan berarti secara konsep asuransi itu haram. Selain itu, mengingat hampir semua aktivitas bisnis membutuhkan polis asuransi maka tidak dipungkiri asuransi masuk dalam kondisi darurat. Sebagai contoh dalam ekspor-impor, baik bank maupun bea cukai mewajibkan polis asuransi bagi pengusaha. Begitu pula dengan tender, kredit, dan kegiatan bisnis lainnya. Jika demikian maka yang diperlukan bagi kita sebagai masyarakat awam adalah mengetahui lebih jauh tentang asuransi itu; tentang perjanjiannya, prosedur hingga proses klaim. Adapun masalah undang-undang perasuransian itu di luar wewenang kita dan menjadi urusan pemerintah.


5/01/2015

Halal-Haram Asuransi (2)



Memang perdebatan halal-haramnya asuransi sudah lama terjadi, dan sebagai alternatif solusinya muncullah asuransi syariah. 
Salah satu perbedaan antara asuransi konvensional dengan asuransi syariah terletak pada definisinya. Jika asuransi konvensional mengartikan asuransi sebagai transfer risiko (risks transfer), maka asuransi syariah menggunakan berbagi risiko (risks sharing).
Mari kita lihat.
Sebenarnya konsep yang digunakan asuransi syariah tidak terlepas dari konsep asuransi konvensional, contohnya konsep risks sharing yang malah sesuai dengan prinsip asuransi pada umumnya yaitu Prinsip Kontribusi. Memang prinsip ini biasanya berlaku apabila tertanggung punya lebih dari satu polis dengan objek asuransi yang sama. Tapi pada dasarnya prinsip ini bicara mengenai bagi-bagi risiko sehingga tertanggung tidak bisa mengambil keuntungan dari asuransi. 
Contoh lain adalah pada saat terjadi klaim; meskipun tertanggung belum bayar premi (masih dalam grace period / waktu tenggang), tertanggung masih bisa mendapatkan manfaat klaim asalkan bayar preminya dulu. Risks sharing (tanggung renteng) sudah jelas menegaskan darimana asal dana pembayaran klaim, sehingga, baik pada asuransi konvensional maupun syariah dana klaim berasal dari premi tertanggung yang lain. Kita juga harus ingat bahwa semua risiko itu disebar oleh penanggung bukan hanya pada ratusan tertanggung, tapi puluhan juta tertanggung yang tersebar di berbagai daerah. Di sini asuransi juga memakai hukum bilangan besar dimana semakin banyak risiko yang ditutup maka semakin sedikit kerugian yang muncul.
Lalu, bagaimana dengan prinsip mudharobah (bagi hasil) yang tidak ada pada asuransi konvensional (premi hangus)?
Mungkin bagi sebagian orang logika 'menyewa satpam' tidak cocok, tapi menurut saya untuk kasus ini sesuai; satpam tidak perlu mengembalikan gajinya jika tidak ada pencurian. Dan dalam praktiknya perusahaan asuransi adalah lebih dari sekedar satpam. Perusahaan asuransi adalah manajer risiko, yang menganjurkan syarat-syarat dalam bentuk warranty atau yang lainnya supaya tertanggung merasa aman dengan propertinya. Kita bisa simpulkan bahwa bentuk proteksi kepada tertanggung itu sebenarnya bukan (hanya) klaim, namun juga nasihat dan rekomendasi dari penanggung. Dengan demikian, maka tidak masalah penanggung mengambil untung dari transaksi ini (kembali ke niat awal, hehe). Apalagi premi dalam asuransi kerugian relatif kecil. Misalnya, asuransi kebakaran yang suku preminya 0.5%0 (per 1000) dari jumlah nilai pertanggungan (total aset). Maka untuk sebuah rumah seharga Rp 200 juta, tertanggung hanya membayar Rp 200 ribu per tahun!

Oke, baiklah sebagian premi untuk manajemen risiko, tapi bagaimana dengan bagian lain? Bagaimana jika saya tidak memperpanjang polisnya, apakah sebagian preminya masih akan kembali?
Untuk menjawabnya akan lebih mudah jika Anda sudah menggunakan asuransi syariah karena ada akad (bagi-hasil) di awal. Tapi bagaimana dengan asuransi konvensional?
Menurut saya, semuanya tergantung dari niat awal. Jika asuransi konvensional didirikan untuk profit, maka tidak dengan Anda yang berasuransi untuk proteksi dan berbagi risiko (tolong menolong), sehingga sebagian premi Anda yang tidak kembali bisa Anda niatkan sebagai sedekah.
Saya pikir pada dasarnya semua prinsip dalam asuransi kerugian bermaksud baik. Meski demikian, kita juga harus menyadari bahwa banyaknya perusahaan asuransi yang dimiliki non-muslim sangat memengaruhi praktik dan persepsi kita akan asuransi. Tapi setidaknya kita bisa bernafas lega dengan adanya asuransi syariah.
Btw, kenapa ya, banyak yang mendebat halal-haram asuransi, tapi jarang ada yang mempermasalahkan jaminan (garansi) suatu perusahaan pada produknya. Bukankah ini juga salah satu contoh penerapan asuransi?



4/29/2015

Halal-Haram Asuransi (1)




Wuiiih, ngeri bahasannya. Tapi sebelumnya mulai saya mau tau nih:
Yang setuju asuransi itu halal, tunjuk tangan!
Yang bilang haram, tunjuk tangan!

Lumayan imbang, hehe. Yang gak ngacung, ada?
By the way, saya bukanlah seorang ustadz atau kyai, tapi kejelasan suatu sistem memang diwajibkan dalam islam. Meski begitu, ukuran halal atau haram dalam tulisan ini tidak menurut pendapat saya. Dan, apa yang saya tuturkan di sini jika memang tidak ada dalilnya bukan berarti haram, namun jika tidak ada larangannya berarti dibolehkan. Bukankah begitu dalam aturan muamalah?
Sebenarnya pembahasan ini sudah agak dalam, tapi lebih baik memahami lebih dulu. Okeh?
Mari kita mulai.
Well, ada yang bilang asuransi itu judi. Benarkah demikian?
Tentu saja antara asuransi dengan judi itu berbeda. Hal ini berdasarkan dari risiko yang bisa diasuransikan yaitu risiko murni dan bukan spekulatif. Pernyataan ini dikuatkan dengan salah satu prinsip asuransi kerugian (ingat, ini asuransi kerugian), yaitu indemnitas atau prinsip ganti rugi, dimana perusahaan asuransi (penanggung) hanya membayar klaim kepada tertanggung (pemegang polis) sebesar nilai sesaat sebelum terjadinya kerugian, sehingga tertanggung tidak akan mendapat keuntungan melebihi kerugiannya. Nah, bedanya sama judi, kalau judi justru sangat mengharapkan keuntungan dari dana yang dikumpulkan peserta. Misalnya, membeli kupon lalu diundi pemenangnya.
Selanjutnya, karena tidak semua risiko dijamin asuransi, maka proses pengajuan asuransi harus melalui penilaian risiko yang biasa disebut underwriting. Penanggung akan menolak kalau ada tertanggung yang mau mengasuransikan rumah kayunya yang terletak di sebelah tukang jualan bensin eceran dan bengkel. Disini kita bisa simpulkan penanggung benar-benar akan menerima risiko jika diyakini benar-benar aman. Aman disini bukan hanya pada objek yang diasuransikan (rumah, mobil, dsb) tapi juga dari risiko yang memperbesar kerugian, seperti moral hazard calon tertanggung dan risiko lainnya.
Masih ada yang menganggap asuransi itu judi? Hayoo ngacung!
Tapi memang ada jenis asuransi yang memang judi, seperti asuransi hole in one (kalau ada pembaca yang bisa menjelaskan ketidakharamannya asuransi jenis ini, silahkan komentar). 

Selain itu, perilaku dari underwriter (orang yang menganalisa risiko) juga bisa memengaruhi judi atau tidaknya asuransi tersebut. Misalnya, udah tau risikonya besar tapi tetap aja diterima (entah masalah pertemanan bisnis atau kejar target premi) sehingga mengabaikan proses-proses underwriting.
Insya Allah kita lanjut nanti ….